BAB I
PENDAHULUAN
I.
Latar
Belakang
Kemiskinan adalah sebuah topik
yang dibicarakan hampir di seluruh dunia. Kemiskinan adalah keadaan
dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan,
pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat
disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses
terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global.
Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara
yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi
memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan. Politik dan pembanguan di
Indonesia saat ini telah membawa banyak perubahan dalam berbagai aspek di
masyarakat, baik pada kawasan pedesaan maupun perkotaan. Perubahan tersebut
membawa dampak tidak hanya terhadap lingkungan fisik, tapi juga sistem nilai
dalam tatanan kehidupan sosial bermasyarakat. Namun sayangnya perubahan yang
diciptakan oleh pembangunan membawa dampak yang menyertainya sangat mengerikan
dan kompleks, karena ternyata telah melahirkan keterbelakangan dan kemiskinan
dalam masyarakat. Kemiskinan di indonesia, dampak dari kemiskinan dan
upaya pengetasan kemiskinan. Masalah ini diangkat dengan asumsi bahwa nyatanya
d zaman globalisasi seperti sekarang ini, kemiskinan di Indonesia semakin
banyak saja seperti tak kunjung usai. Masalah ini menimbulkan masalah-masalah
baru seperti pengangguran, dan kekerasan yang belakangan ini sering terjadi di
Indonesia dan akhirnya pembangunan ekonomi tidak berjalan lancar.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1 Kemiskinan di Indonesia
SEJAK awal kemerdekaan, bangsa Indonesia telah mempunyai perhatian besar
terhadap terciptanya masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana termuat dalam
alinea keempat Undang-Undang Dasar 1945. Program-program pembangunan yang
dilaksanakan selama ini juga selalu memberikan perhatian besar terhadap upaya
pengentasan kemiskinan karena pada dasarnya pembangunan yang dilakukan
bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Meskipun demikian,
masalah kemiskinan sampai saat ini terus-menerus menjadi masalah yang berkepanjangan.
PADA
umumnya, partai-partai peserta Pemilihan Umum (Pemilu) 2004 juga mencantumkan
program pengentasan kemiskinan sebagai program utama dalam platform
mereka. Pada masa Orde Baru, walaupun mengalami pertumbuhan ekonomi cukup
tinggi, yaitu rata-rata sebesar 7,5 persen selama tahun 1970-1996, penduduk
miskin di Indonesia tetap tinggi.Berdasarkan data Badan Pusat Statistik
(BPS), persentase penduduk miskin di Indonesia tahun 1996 masih sangat tinggi, yaitu
sebesar 17,5 persen atau 34,5 juta orang. Hal ini bertolak belakang dengan
pandangan banyak ekonom yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi yang
tinggi dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan pada akhirnya mengurangi
penduduk miskin. Perhatian pemerintah terhadap pengentasan kemiskinan pada
pemerintahan reformasi terlihat lebih besar lagi setelah terjadinya krisis
ekonomi pada pertengahan tahun 1997. Meskipun demikian, berdasarkan
penghitungan BPS, persentase
penduduk miskin di Indonesia sampai tahun 2003 masih tetap tinggi, sebesar 17,4 persen, dengan jumlah penduduk yang lebih besar, yaitu 37,4 juta orang. Bahkan, berdasarkan angka Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada tahun 2001, persentase keluarga miskin (keluarga prasejahtera dan sejahtera I) pada 2001 mencapai 52,07 persen, atau lebih dari separuh jumlah keluarga di Indonesia. Angka- angka ini mengindikasikan bahwa program-program penanggulangan kemiskinan
selama ini belum berhasil mengatasi masalah kemiskinan di Indonesia
penduduk miskin di Indonesia sampai tahun 2003 masih tetap tinggi, sebesar 17,4 persen, dengan jumlah penduduk yang lebih besar, yaitu 37,4 juta orang. Bahkan, berdasarkan angka Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada tahun 2001, persentase keluarga miskin (keluarga prasejahtera dan sejahtera I) pada 2001 mencapai 52,07 persen, atau lebih dari separuh jumlah keluarga di Indonesia. Angka- angka ini mengindikasikan bahwa program-program penanggulangan kemiskinan
selama ini belum berhasil mengatasi masalah kemiskinan di Indonesia
2.2 Politik di Indonesia
Budaya politik seringkali tidak
dipandang sebagai bagian dari kehidupan politik. Ia hanyalah dipandang sebagai
kondisi-kondisi yang mewarnai corak kehidupan masyarakat tanpa memiliki
hubungan baik dengan sistem maupun dengan struktur politik.dengan pandangan itu
budaya politik tidak diperhitungkan sama sekali dalam proses-proses politik.
Budaya politik merupakan fenomena dalam masyarakat, yang memiliki pengaruh
dalam struktur dan sistem politik. Beberapa ahli mengetengahkan pandangan agar
disatutemakan dengan pembahasan tentang struktur politik (political
structure), karena hal itu berhubungan dengan fungsi konversi (conversion
function) dan kapabilitas (capabilities system).
Sejak negara Indonesia merdeka pada
tanggal 17 Agustus 1945 sampai era reformasi saat ini dipandang dari sudut
perkembangan demokrasi sejarah Indonesia, negara kita dalam menjalankan roda
pemerintahan dengan menggunakan demokrasi dibagi dalam empat masa. Pertama,
masa Repubik Indonesia I (1945-1959) atau yang lebih dikenal dengan era
Demokrasi Liberal atau Demokrasi Parlementer. Kedua, masa Republik Indonesia II
(1959-1965) atau yang lebih dikenal dengan era Orde Lama atau Demokrasi
Terpimpin. Ketiga, masa Republik Indonesia III (1965-1998) atau yang lebih
dikenal dengan era Orde Baru atau Demokrasi Pancasila. Dan yang terakhir yang
berlaku sampai saat ini adalah masa Republik Indonesia IV (1998-sekarang) atau
yang lebih dikenal dengan era Reformasi.
Budaya politik yang berkembang pada
saat ini atau masa reformasi. Budaya politik yang berkembang pada era
reformasi ini adalah budaya politik yang lebih berorientasi pada kekuasaan yang
berkembang di kalangan elit politik. Budaya seperti itu telah membuat struktur
politik demokrasi tidak dapat berjalan dengan baik. Walaupun struktur dan
fungsi-fungsi sistem politik Indonesia mengalami perubahan dari era yang satu
ke era selanjutnya, namun tidak pada budaya politiknya. Reformasi pada
tahun 1998 telah memberikan sumbangan bagi berkembangnya budaya poltik
partisipan, namun kuatnya budaya politik patrimonial dan otoriterianisme
politik yang masih berkembang di kalangan elit politik dan penyelenggara
pemerintahan masih senantiasa mengiringi. Walaupun rakyat mulai peduli dengan input-input politik,
akan tetapi tidak diimbangi dengan para elit politik karena mereka masih
memiliki mentalitas budaya politik sebelumnya. Sehingga budaya politik yang
berkembang cenderung merupakan budaya politik subjek-partisipan.
Undang-undang dasar telah menjamin bagi
bekerjanya struktur politik demokratis, tetapi budaya politik yang lebih
berorientasi pada kekuasaan yang berkembang di kalangan elit politik telah
membuat stuktru politik demokrasi tersebut tidak berjalan dengan baik. Struktur
politik dan fungsi-fungsi politik mengalami perubahan, tetapi tidak pada budaya
politiknya. Akibatnya terjadi semacam paradoks.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kemiskinan di Indonesia saat ini sudah
sangat mengkhawatirkan. Bayangkan saja di perkotaan yang sudah semakin padat
berbagai jenis kegiatannya tetapi di pedesaan masih sangat memprihatinkan. Banyak
orang miskin di pedesaan pergi ke kota untuk beradu nasib. Beruntung bagi yang
berhasil bagi yang gagal malah semakin membuat banyak masalah bagi pemerintah.
Hal ini biasanya dimanfaatkan oleh
oknum politik yang ingin mencari ‘suara’ di pemilihan umum. Mereka member iming-iming
seperti diberi uang dan lain sebagainya sebagai gantinya warga miskin itu diberi
arahan agar memilih oknum politik tadi. Sungguh miris Negara tercintaku ini.
Pemerintah harus jeli jika ingin
memberikan bantuan. Jangan selalu salah sasaran.
3.2 Daftar Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar