Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat
Allah SWT yang telah memberikan nikmat sehatnya sehingga saya dapat membuat
makalah ini dengan sebaik-baiknya. Tak lupa juga saya mengucapkan terimakasih
kepada kedua orang tua saya yang sudah memberikan semangat tak kunjung reda.
Makalah yang bertemakan
“meningkatkan ketahanan pangan di masyarakat ini” adalah untuk memenuhi tugas
dari mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan.
Semoga
makalah ini bermanfaat bagi para
pembaca.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling hakiki.
Menurut UU RI nomor 7 tahun 1996 tentang pangan menyebutkan bahwa pangan
merupakan hak asasi bagi setiap individu di Indonesia. Oleh karena itu
terpenuhinya kebutuhan pangan di dalam suatu negara merupakan hal yang mutlak
harus dipenuhi. Selain itu pangan juga memegang kebijakan penting dan strategis
di Indonesia berdasar pada pengaruh yang dimilikinya secara sosial, ekonomi,
dan politik.
Konsep ketahanan pangan di Indonesia berdasar pada Undang-Undang
RI nomor 7 tahun 1996 tentang pangan. Ketahanan pangan adalah suatu kondisi
dimana setiap individu dan rumahtangga memiliki akses secara fisik, ekonomi,
dan ketersediaan pangan yang cukup, aman, serta bergizi untuk memenuhi
kebutuhan sesuai dengan seleranya bagi kehidupan yang aktif dan sehat. Selain
itu aspek pemenuhan kebutuhan pangan penduduk secara merata dengan harga yang
terjangakau oleh masyarakat juga tidak boleh dilupakan.
Konsep ketahanan pangan dapat diterapkan untuk menyatakan
situasi pangan pada berbagai tingkatan yaitu tingkat global, nasional,
regional, dan tingkat rumah tangga serta individu yang merupakan suatu
rangkaian system hirarkis. Hal ini menunjukkan bahwa konsep ketahanan pangan
sangat luas dan beragam serta merupakan permasalahan yang kompleks. Namun
demikian dari luas dan beragamnya konsep ketahanan pangan tersebut intinya
bertujuan untuk mewujudkan terjaminnya ketersediaan pangan bagi umat manusia.
Bagi Indonesia, ketahanan pangan masih sebatas konsep. Pada
prakteknya, permasalahan ketahanan pangan di Indonesia masih terus terjadi,
masalah ini mencakup empat aspek aspek pertama ialah aspek produksi dan
ketersediaan pangan. Ketahanan pangan menghendaki ketersediaan pangan yang
cukup bagi seluruh penduduk dan setiap rumah tangga. Dalam arti setiap penduduk
dan rumah tangga mampu untuk mengkonsumsi pangan dalam jumlah dan gizi yang
cukup. Permasalahan aspek produksi diawali dengan ketidakcukupan produksi bahan
pangan untuk memenuhi kebutuhan penduduk. Hal ini disebabkan oleh laju
pertumbuhan produksi pangan yang relatif lebih lambat dari pertumbuhan
permintaannya. Permasalahan ini akan berpengaruh pada ketersediaan bahan
pangan. Ketersediaan bahan pangan bagi penduduk akan semakin terbatas akibat
kesenjangan yang terjadi antara produksi dan permintaan. Selama ini,
permasalahan ini dapat diatasi dengan impor bahan pangan tersebut. Namun,
sampai kapan bangsa ini akan mengimpor bahan pangan dari luar? Karena hal ini
tidak akan membuat bangsa ini berkembang. Sebaliknya akan mengancam stabilitas
ketahanan pangan di Indonesia dan juga mengancam produk dalam negeri.
B.
TUJUAN
PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN
§ Meningkatnya
ketersediaan pangan.
§ Mengembangkan
diversifikasi pangan.
§ Mengembangkan
kelembagaan pangan.
§
Mengembangkan usaha pengelolaan pangan.
BAB
II
PEMBAHASAN
Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling hakiki.
Menurut UU RI nomor 7 tahun 1996 tentang pangan menyebutkan bahwa pangan
merupakan hak asasi bagi setiap individu di Indonesia. Oleh karena itu
terpenuhinya kebutuhan pangan di dalam suatu negara merupakan hal yang mutlak
harus dipenuhi. Selain itu pangan juga memegang kebijakan penting dan strategis
di Indonesia berdasar pada pengaruh yang dimilikinya secara sosial, ekonomi,
dan politik.
Konsep ketahanan pangan di Indonesia berdasar pada Undang-Undang
RI nomor 7 tahun 1996 tentang pangan. Ketahanan pangan adalah suatu kondisi
dimana setiap individu dan rumahtangga memiliki akses secara fisik, ekonomi,
dan ketersediaan pangan yang cukup, aman, serta bergizi untuk memenuhi
kebutuhan sesuai dengan seleranya bagi kehidupan yang aktif dan sehat. Selain
itu aspek pemenuhan kebutuhan pangan penduduk secara merata dengan harga yang
terjangakau oleh masyarakat juga tidak boleh dilupakan.
Konsep ketahanan pangan dapat diterapkan untuk menyatakan situasi pangan pada berbagai tingkatan yaitu tingkat global, nasional, regional, dan tingkat rumah tangga serta individu yang merupakan suatu rangkaian system hirarkis. Hal ini menunjukkan bahwa konsep ketahanan pangan sangat luas dan beragam serta merupakan permasalahan yang kompleks. Namun demikian dari luas dan beragamnya konsep ketahanan pangan tersebut intinya bertujuan untuk mewujudkan terjaminnya ketersediaan pangan bagi umat manusia.
Bagi Indonesia, ketahanan pangan masih sebatas konsep. Pada prakteknya, permasalahan ketahanan pangan di Indonesia masih terus terjadi, masalah ini mencakup empat aspek aspek pertama ialah aspek produksi dan ketersediaan pangan. Ketahanan pangan menghendaki ketersediaan pangan yang cukup bagi seluruh penduduk dan setiap rumah tangga. Dalam arti setiap penduduk dan rumah tangga mampu untuk mengkonsumsi pangan dalam jumlah dan gizi yang cukup. Permasalahan aspek produksi diawali dengan ketidakcukupan produksi bahan pangan untuk memenuhi kebutuhan penduduk. Hal ini disebabkan oleh laju pertumbuhan produksi pangan yang relatif lebih lambat dari pertumbuhan permintaannya. Permasalahan ini akan berpengaruh pada ketersediaan bahan pangan. Ketersediaan bahan pangan bagi penduduk akan semakin terbatas akibat kesenjangan yang terjadi antara produksi dan permintaan. Selama ini, permasalahan ini dapat diatasi dengan impor bahan pangan tersebut. Namun, sampai kapan bangsa ini akan mengimpor bahan pangan dari luar? Karena hal ini tidak akan membuat bangsa ini berkembang. Sebaliknya akan mengancam stabilitas ketahanan pangan di Indonesia dan juga mengancam produk dalam negeri.
Konsep ketahanan pangan dapat diterapkan untuk menyatakan situasi pangan pada berbagai tingkatan yaitu tingkat global, nasional, regional, dan tingkat rumah tangga serta individu yang merupakan suatu rangkaian system hirarkis. Hal ini menunjukkan bahwa konsep ketahanan pangan sangat luas dan beragam serta merupakan permasalahan yang kompleks. Namun demikian dari luas dan beragamnya konsep ketahanan pangan tersebut intinya bertujuan untuk mewujudkan terjaminnya ketersediaan pangan bagi umat manusia.
Bagi Indonesia, ketahanan pangan masih sebatas konsep. Pada prakteknya, permasalahan ketahanan pangan di Indonesia masih terus terjadi, masalah ini mencakup empat aspek aspek pertama ialah aspek produksi dan ketersediaan pangan. Ketahanan pangan menghendaki ketersediaan pangan yang cukup bagi seluruh penduduk dan setiap rumah tangga. Dalam arti setiap penduduk dan rumah tangga mampu untuk mengkonsumsi pangan dalam jumlah dan gizi yang cukup. Permasalahan aspek produksi diawali dengan ketidakcukupan produksi bahan pangan untuk memenuhi kebutuhan penduduk. Hal ini disebabkan oleh laju pertumbuhan produksi pangan yang relatif lebih lambat dari pertumbuhan permintaannya. Permasalahan ini akan berpengaruh pada ketersediaan bahan pangan. Ketersediaan bahan pangan bagi penduduk akan semakin terbatas akibat kesenjangan yang terjadi antara produksi dan permintaan. Selama ini, permasalahan ini dapat diatasi dengan impor bahan pangan tersebut. Namun, sampai kapan bangsa ini akan mengimpor bahan pangan dari luar? Karena hal ini tidak akan membuat bangsa ini berkembang. Sebaliknya akan mengancam stabilitas ketahanan pangan di Indonesia dan juga mengancam produk dalam negeri.
Aspek selanjutnya ialah aspek distribusi. Permasalahan di dalam
permbangunan ketahanan pangan adalah distribusi pangan dari daerah sentra produksi
ke konsumen di suatu wilayah. Distribusi adalah suatu proses pengangkutan bahan
pangan dari suatu tempat ke tempat lain, biasanya dari produsen ke konsumen.
Berikut ini merupakan ilustrasi yang menggambarkan permasalahan distribusi
pangan di Indonesia.
Thailand merupakan negara pengekspor beras terbesar di dunia, sementara Indonesia merupakan negara pengimport beras. Berdasarkan data, harga produksi rata-rata gabah atau beras antara Indonesia dan Thailand tidak terlalu berbeda jauh sekitar 100 USD per ton. Namun harga beras di pasaran antara Thailand dan Indonesia cukup berbeda jauh. Harga beras di Indonesia sampai awal tahun 2004 berkisar antara Rp. 2.750, 00 – Rp. 3.000, 00. Harga beras di Thailand lebih lebih murah dibandingkan itu. Hal ini dapat menunjukkan bahwa permasalahan yang terjadi tidak hanya pada skala produksi, namun juga terdapat pada rantai distribusi beras tersebut dapat sampai pada konsumen.
Berikut ini ada empat akar permasalahan pada distribusi pangan, yang dihadapi. Pertama, dukungan infrastruktur, yaitu kurangnya dukungan akses terhadap pembangunan sarana jalan, jembatan, dan lainnya. Kedua, sarana transportasi, yakni kurangnya perhatian pemerintah dan masyarakat di dalam pemeliharaan sarana transportasi kita. Ketiga, sistem transportasi, yakni sistem transportasi negara kita yang masih kurang efektif dan efisien. Selain itu juga kurangnya koordinasi antara setiap moda transportasi mengakibatkan bahan pangan yang diangkut sering terlambat sampai ke tempat tujuan. (4) masalah keamanan dan pungutan liar, yakni pungutan liar yang dilakukan oleh preman sepanjang jalur transportasi di Indonesia masih sering terjadi.
Thailand merupakan negara pengekspor beras terbesar di dunia, sementara Indonesia merupakan negara pengimport beras. Berdasarkan data, harga produksi rata-rata gabah atau beras antara Indonesia dan Thailand tidak terlalu berbeda jauh sekitar 100 USD per ton. Namun harga beras di pasaran antara Thailand dan Indonesia cukup berbeda jauh. Harga beras di Indonesia sampai awal tahun 2004 berkisar antara Rp. 2.750, 00 – Rp. 3.000, 00. Harga beras di Thailand lebih lebih murah dibandingkan itu. Hal ini dapat menunjukkan bahwa permasalahan yang terjadi tidak hanya pada skala produksi, namun juga terdapat pada rantai distribusi beras tersebut dapat sampai pada konsumen.
Berikut ini ada empat akar permasalahan pada distribusi pangan, yang dihadapi. Pertama, dukungan infrastruktur, yaitu kurangnya dukungan akses terhadap pembangunan sarana jalan, jembatan, dan lainnya. Kedua, sarana transportasi, yakni kurangnya perhatian pemerintah dan masyarakat di dalam pemeliharaan sarana transportasi kita. Ketiga, sistem transportasi, yakni sistem transportasi negara kita yang masih kurang efektif dan efisien. Selain itu juga kurangnya koordinasi antara setiap moda transportasi mengakibatkan bahan pangan yang diangkut sering terlambat sampai ke tempat tujuan. (4) masalah keamanan dan pungutan liar, yakni pungutan liar yang dilakukan oleh preman sepanjang jalur transportasi di Indonesia masih sering terjadi.
Aspek lain yang tak kalah penting ialah aspek konsumsi.
Permasalahan dari aspek konsumsi diawali dengan suatu keadaan dimana masyarakat
Indonesia memiliki tingkat konsumsi yang cukup tinggi terhadap bahan pangan
beras. Berdasarkan data tingkat konsumsi masyarakat Indonesia terhadap beras
sekitar 134 kg per kapita. Walaupun kita menyadari bahwa beras merupakan bahan
pangan pokok utama masyarakat Indonesia. Keadaan ini dapat mengancam ketahanan
pangan negara kita. Jika kita melihat bahwa produksi beras Indonesia dari tahun
ke tahun yang menurun tidak diimbangi dengan tingkat konsumsi masyarakat
terhadap beras yang terus meningkat. Walaupun selama ini keadaan ini bisa
teratasi dengan mengimport beras. Namun sampai kapan negara ini akan terus
mengimport beras? Pertanyaan ini perlu kita perhatikan.
Pola konsumsi masyarakat terhadap suatu bahan pangan sangat
dipengaruhi oleh dua faktor, diantaranya : tingkat pengetahuan masyarakat
tersebut terhadap bahan pangan atau makanan yang dikonsumsi dan pendapatan
masyarakat. Tingkat pengetahuan masyarakat terhadap bahan pangan juga sangat
mempengaruhi pola konsumsi masyarakat tersebut. Apabila suatu masyarakat
memiliki pengetahuan yang cukup mengenai bahan pangan yang sehat, bergizi, dan
aman untuk dikonsumsi. Maka masyarakat tersebut tentunya akan lebih seksama
dalam menentukan pola konsumsi makanan mereka. Selain itu, pendapatan
masyarakat sangat berpengaruh di dalam menentukan pola konsumsi masyarakat.
Berdasarkan data dari BPS mengenai hubungan antara skor pola pangan harapan
(PPH) suatu masyarakat dengan tingkat pengeluaran per kapita per bulan.
Terdapat hubungan positif dianta keduanya, yakni semakin tinggi tingkat
pengeluaran per kapita per bulan suatu masyarakat maka akan semakin tinggi pula
pola pangan harapan masyarakat tersebut.
Aspek terkhir ialah aspek kemiskinan. Ketahanan pangan di Indonesia sangat dipengaruhi oleh aspek kemiskinan. Kemiskinan menjadi penyebab utamanya permasalahan ketahanan pangan di Indonesia. Hal ini dikaitkan dengan tingkat pendapatan masyarakat yang dibawah rata-rata sehingga tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka sendiri. Tidak tercukupi pemenuhan kebutuhan masyarakat dikarenan daya beli masyarakat yang rendah juga akan mempengaruhi tidak terpenuhinya status gizi masyarakat. Tidak terpenuhinya status gizi masyarakat akan berdampak pada tingkat produktivitas masyarakat Indonesia yang rendah. Status gizi yang rendah juga berpengaruh pada tingkat kecerdasan generasi muda suatu bangsa. Oleh karena itu daptlah kita lihat dari tahun ke tahun kemiskinan yang dikaitkan dengan tingkat perekonomian, daya beli, dan pendapatan masyarakat yang rendah sangat berpengaruh terhadap stabilitas ketahanan pangan di Indonesia.
Aspek terkhir ialah aspek kemiskinan. Ketahanan pangan di Indonesia sangat dipengaruhi oleh aspek kemiskinan. Kemiskinan menjadi penyebab utamanya permasalahan ketahanan pangan di Indonesia. Hal ini dikaitkan dengan tingkat pendapatan masyarakat yang dibawah rata-rata sehingga tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka sendiri. Tidak tercukupi pemenuhan kebutuhan masyarakat dikarenan daya beli masyarakat yang rendah juga akan mempengaruhi tidak terpenuhinya status gizi masyarakat. Tidak terpenuhinya status gizi masyarakat akan berdampak pada tingkat produktivitas masyarakat Indonesia yang rendah. Status gizi yang rendah juga berpengaruh pada tingkat kecerdasan generasi muda suatu bangsa. Oleh karena itu daptlah kita lihat dari tahun ke tahun kemiskinan yang dikaitkan dengan tingkat perekonomian, daya beli, dan pendapatan masyarakat yang rendah sangat berpengaruh terhadap stabilitas ketahanan pangan di Indonesia.
Dari berbagai aspek permasalahan di atas, sebenarnya ada
beberapa solusi yang dapat dilakukan oleh bangsa kita agar memiliki ketahanan
pangan yang baik. Diantara solusi tersebut ialah diversifikasi pangan.
Diversifikasi pangan adalah suatu proses pemanfaatan dan pengembangan suatu
bahan pangan sehingga penyediaannya semakin beragam. Latar belakang pengupayaan
diversifikasi pangan adalah melihat potensi negara kita yang sangat besar dalam
sumber daya hayati. Indonesia memiliki berbagai macam sumber bahan pangan
hayati terutama yang berbasis karbohidrat. Setiap daerah di Indonesia memiliki
karakteristik bahan pangan lokal yang sangat berbeda dengan daerah lainnya.
Diversifikasi pangan juga merupakan solusi untuk mengatasi ketergantungan
masyarakat Indonesia terhadap satu jenis bahan pangan yakni beras.
Selanjutnya ialah mendukung secara nyata kegiatan peningkatan
pendapatan in situ (income generating activity in situ). Peningkatan pendapatan
in situ bertujuan meningkatan pendapatan masyarakat melalui kegiatan pertanian
berbasis sumber daya lokal. Pengertian dari in situ adalah daerah asalnya.
Sehingga kegiatan peningkatan pendapatan ini dipusatkan pada daerah asal dengan
memanfaatkan sumber daya lokal setempat. Kegiatan ini dapat mengikuti
permodelan klaster dimana dalam penerapannya memerlukan integrasi dari berbagai
pihak, diantaranya melibatkan sejumlah besar kelompok petani di beberapa
wilayah sekaligus. Kegiatan ini juga harus melibatkan integrasi proses
hulu-hilir rantai produksi makanan. Pertumbuhan dari kegiatan hulu-hilir
membutuhkan dukungan dari teknologi. Teknologi dapat meningkatkan efektifitas
dan efisiensi. Inilah tugas dari akademisi. Akademisi berperan untuk melahirkan
penelitian yang tidak hanya dapat diterapkan pada skala lab namun juga dapat
diterapkan pada skala industri. Akademisi menjembatani teknologi sehingga dapat
diterapkan pada skala industrialisasi. Hal ini meningkatkan efektifitas dan
efisiensi industrialisasi. Model kelompok industri meliputi serangkaian
program, diantaranya :
·
Pengembangan sumber daya manusia oleh partner industri
·
Persiapan penanaman modal untuk inisiasi konstruksi dan sistem
produksi
·
Pengembangan brbagai macam produk pangan yang dapat di proses
secara komersial dan dijual ke pasaran
·
Penerapan konsultasi dan pengawasan dalam penanganan komoditas
dan keamanan produk kepada para petani sehingga dapat memenuhi kualitas
standart yang diterapkan oleh industri
·
Pengembangan dan penerapan operasi prosedur standar dari pabrik
·
Inisiasi dan memperkuat jaringan dengan perusahaan untuk
pemasaran produk
Klaster merupakan kumpulan berbagai kelompok petani, dimana satu kelompok petani merupakan satu industri kecil yang bekerjasama untuk memproses bahan tertentu dan mengubahnya menjadi bahan setengah jadi utnuk siap dipasok ke industri.
Teknologi berperan penting di dalam penginovasian produk sehingga dapat memiliki nilai tambah. Oleh karena itu perlu adanya industrialisasi pengembangan teknologi dari skala lab ke skala industri. Penerapan teknologi ke dalam skala komersial diperlukan adanya kerjasama dengan industri pangan. Kerjasama ini dapat memberikan manfaat kepada pihak petani. Para petani dapat meningkatkan pendapatan mereka melalui komoditi tertentu yang dijual kepada puhak industri. Secara tidak langsung melalui kegiatan ini dapat meningkatkan kesejahteraan mereka.
Stakeholder dalam BUMP (Badan Usaha Milik Petani) memiliki funsi sebagai berikut :
1. Kelompok petani : Pengupayaan konservasi penanaman tanaman lokal berdasar pada sistem bercocok tanam yang baik (good agriculture practices), menghasilkan komoditas lokal yang dapat memenuhi standar kualitas,
Klaster merupakan kumpulan berbagai kelompok petani, dimana satu kelompok petani merupakan satu industri kecil yang bekerjasama untuk memproses bahan tertentu dan mengubahnya menjadi bahan setengah jadi utnuk siap dipasok ke industri.
Teknologi berperan penting di dalam penginovasian produk sehingga dapat memiliki nilai tambah. Oleh karena itu perlu adanya industrialisasi pengembangan teknologi dari skala lab ke skala industri. Penerapan teknologi ke dalam skala komersial diperlukan adanya kerjasama dengan industri pangan. Kerjasama ini dapat memberikan manfaat kepada pihak petani. Para petani dapat meningkatkan pendapatan mereka melalui komoditi tertentu yang dijual kepada puhak industri. Secara tidak langsung melalui kegiatan ini dapat meningkatkan kesejahteraan mereka.
Stakeholder dalam BUMP (Badan Usaha Milik Petani) memiliki funsi sebagai berikut :
1. Kelompok petani : Pengupayaan konservasi penanaman tanaman lokal berdasar pada sistem bercocok tanam yang baik (good agriculture practices), menghasilkan komoditas lokal yang dapat memenuhi standar kualitas,
2. Pemerintah lokal : Mengkoordinasi fasilitas dan program
inventarisasi untuk rotasi tanaman dan supervisi petani, bekerjasama dengan
pihak akademisi untuk meningkatkan produktivitas, bekerjasama dengan pihak
industri dalam meningkatkan kontribusi petani di dalam program pengembangan
industri, menyediakan alternatif modal untuk pertanian, dan mendukung
pengembangan kooperasi dari KUD (Koperasi Unit Desa).
3. Industri : (a) mempersiapkan pembentukan dan manajerial dari kelompok industri yang tergabung dalam empat pilar, yakni kelompok petani, pemerintah lokal, industri, dan akademisi; (b) mempersiapkan rencana strategis untuk pengembangan masa depan industri; (c) percepatan transfer teknologi dan ilmu pengetahuan di dalam teknologi proses, manajerial sumberdaya manusia, pengaturan tanaman dan industri, termasuk penanaman kembali modal; (d) membuka pasar dan menjamin pemasaran produk; (e) memperkuat pertumbuhan kerjasama dengan pihak industriuntuk pemasaran produk.
4. Akademisi : (a) memfasilitasi pengembangan dari teknologi penanaman dan produk berbasis lokal yang memiliki potensi pasar; (b) merekomendasikan pemecahan masalah di dalam pengembangan industri.
3. Industri : (a) mempersiapkan pembentukan dan manajerial dari kelompok industri yang tergabung dalam empat pilar, yakni kelompok petani, pemerintah lokal, industri, dan akademisi; (b) mempersiapkan rencana strategis untuk pengembangan masa depan industri; (c) percepatan transfer teknologi dan ilmu pengetahuan di dalam teknologi proses, manajerial sumberdaya manusia, pengaturan tanaman dan industri, termasuk penanaman kembali modal; (d) membuka pasar dan menjamin pemasaran produk; (e) memperkuat pertumbuhan kerjasama dengan pihak industriuntuk pemasaran produk.
4. Akademisi : (a) memfasilitasi pengembangan dari teknologi penanaman dan produk berbasis lokal yang memiliki potensi pasar; (b) merekomendasikan pemecahan masalah di dalam pengembangan industri.
Dari keempat elemen ini, tentu saja diperlukan adanya kerjasama
dan integrasi yang baik dari setiap stakeholder sehingga dapat menjalankan
program pengembangan industri sumber daya lokal.
Kegiatan peningkatan pendapatan melalui pengembangan kelompok
industri diharapkan dapat bermanfaat untuk memperkuat ketahanan pangan dalam
waktu jangka panjang, diantaranya : (a) meningkatkan nilai tambah dari komoditi
lokal; (b) menyediakan komoditi lokal yang memiliki potensi secara komersial;
(c) mendorong pengembangan desa melalui kegiatan peningkatan pendapatan berdasar
padapertanian lokal; (d) mendukung ketahanan pangan dalam jangka panjang; (e)
memberikan solusi terhadap permasalahan pengangguran dan kemiskinan terutama
pada masyarakat pedesaan. Melalui diversifikasi pangan dan kegiatan peningkatan
peningkatan pendapatan berbasis sumberdaya lokal diharapkan dapat memperkuat
ketahanan pangan di Indonesia dalam waktu jangka panjang.
BAB
III
PENUTUP
Sasaran
peningkatan ketahanan pangan adalah tercapainya ketersediaan pangan di tingkat
regional dan masyarakat yang cukup. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan
ketahanan pangan adalah mendorong partisipasi masyarakat dalam mewujudkan
ketahanan pangan meningkatnya keanekaragaman konsumsi pangan masyarakat dan
menurunnya ketergantungan pada pangan pokok beras melalui pengalihan konsumsi
non beras.
Teknologi
berperan penting di dalam penginovasian produk sehingga dapat memiliki nilai
tambah. Oleh karena itu perlu adanya industrialisasi pengembangan teknologi
dari skala lab ke skala industri. Penerapan teknologi ke dalam skala komersial
diperlukan adanya kerjasama dengan industri pangan. Kerjasama ini dapat
memberikan manfaat kepada pihak petani. Para petani dapat meningkatkan
pendapatan mereka melalui komoditi tertentu yang dijual kepada puhak industri.
DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar